Pertanian & Lingkungan
Perkebunan Kopi Lereng Merapi Siap Dikembangkan
Rabu 5 Desember 2018

DIunggah pertama kali : 28 September 2017

 

BOYOLALI: Empat desa di lereng Gunung Merapi, dikembangkan sebagai sentra perkebunan kopi. Budidaya kopi melalui program Landscape Merapi Berkelanjutan tersebut difasilitasi Business Watch Indonesia dan Solidaridad. Keempat desa tersebut, dua di antaranya berada di Kecamatan Selo, yakni Desa Tlogolele dan Suroteleng. Kemudian satu desa di wilayah Cepogo dan satu desa di Kecamatan Dukun, Magelang. Penanaman kopi dengan sistem agroforestri tersebut, merupakan upaya konservasi hutan di kawasan Merapi. Deklarasi dan penanaman kopi perdana dilakukan di areal Dukuh Stabelan, Tlogolele, Senin (5/5). Kegiatan penanaman tersebut juga dihadiri perwakilan Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM) dan Solidaridad, serta Business Watch Indonesia. Terdapat 10 desa yang terlibat dalam program ini, empat di antaranya di atas, termasuk dalam ring I Merapi.

 

Menurut Koordinator Program Business Watch Indonesia, Theresia Widiyanti, program Landscap Merapi Berkelanjutan ini merupakan dukungan upaya pencapaian ketahanan pangan oleh Pemprov Jawa Tengah. “Untuk mewujudkan ketahanan pangan diperlukan usaha terintegrasi karena batasan antar sector yang semakin tipis dan keterkaitan antar sector yang semakin kuat,” ungkap dia. Program ini disambut positif Kades Tlogolele, Widodo. Dijelaskannya, agroforestri kopi ini dipilih sebagai salah satu upaya konservasi lingkungan. Selain memberikan manfaat ekonomi juga baik untuk lingkungan. Masyarakat lereng Merapi akan menerima penghasilan tambahan dengan mengolah buah kopi tanpa harus menebang pohonnya. Di sisi lain tanaman kopi ini juga dapat membantu mempertahankan cadangan karbon dan air tanah dalam landscap.

 

“Selama ini masyarakat sebatas memanfaatkan hutan rakyat hanya untuk tanaman kayu dan rumput untuk ternak saja. Tetapi dengan adanya kopi di hutan pertama, masyarakat bisa mendapatkan pendapatan tambahan dan hutan tidak gundul. Harapannya dapat mencegah kerusakan lingkungan di Tlogolele,” jelas dia.

 

Menurut dia, dari setiap tanaman kopi mampu menghasilkan buah kopi basah 10 kg setiap panen. Sedangkan untuk harga kopi basah di tingkat petani, mencapai Rp 6.000- Rp 6.500/kg. Untuk tahap awal, ada 1.000 batang bibit kopi yang akan ditanam di lahan hutan seluas 2 hektare. Nantinya menurut Widodo, tanaman akan diperluas hingga mencakup 30 hektare sehingga Desa Tlogolele diharapkan mampu menjadi desa penghasil kopi.

 

Selain melalui agroforestri kopi, masyarakat di desa- desa penyangga Merapi juga didorong melakukan konsevasi vegetasi asli. Salah satunya yakni konservasi jenis berasan, pohon yang dinilai tahan abu vulkanis. Setidaknya terdapat sekitar 400 hektare luasan lahan di kawasan TNGM dan 300 hektare di wilayah desa penyangga.

 

Sumber Berita:
http://www.boyolali.go.id/perkebunan-kopi-lereng-merapi-siap-dikembangkan/

Dimuat 5 Juni 2017