Beberapa desa di kawasan lereng Merapi dan Merbabu pada musim penghujan pertama atau musim tanam pertama, mayoritas petani menanam sayuran jenis bawang merah. Tanaman tersebut masih menjadi pilihan para petani di lereng Merapi Merbabu terutama di wilayah Kecamatan Cepogo dan Selo. Usai panen tembakau, mereka segera mengolah ladangnya untuk ditanami bawang merah.
Biasanya para petani membeli Benih dari pedagang di pasar Cepogo dengan harga Rp 12.000/kg – Rp 18.000/Kg pada musim tanam tersebut. Petani juga biasanya akan menanami lahan dengan tanaman sayuran lain secara tumpang sari. Lahan bawang merah akan diseling dengan sayuran seperti sawi, kol, brokoli dan jenis sayuran lainnya. Tanaman sayuran akan ditanam setelah bawang merah berumur 40 hari. Sehingga tanaman sayuran tidak menganggu pertumbuhan tanaman bawang merah.
Terkait dengan pemupukan, petani biasanya menggunakan pupuk kandang dari kotoran sapi. Namun, karena biasanya ketersedian kotoran sapi kurang, biasanya mereka juga membeli kotoran ayam dari peternak ayam disekitarnya. Selain pupuk kandang mereka juga akan menggunakan Pupuk Pabrik (Pupuk ZA dan Urea) dan jika pada proses budidaya ditemui hama penyakit biasanya mereka segera melakukan tindakan dengan menggunakan obat-obat kimia.
Melihat perkembangan tersebut, Business Watch Indonesia (BWI) didukung oleh Good Energy Foundation (GEF) bekerjasama dengan Paguyuban Petani Merapi Merbabu mencoba mengajak kelompok-kelompok petani yang menjadi anggota paguyuban membuat kesepakatan bersama untuk mencoba menerapkan praktek budidaya bawang merah yang ramah lingkungan dan rendah karbon.
Setelah terjadi kesepakatan bersama langkah pertama dari budidaya ini adalah dengan melakukan survey bibit bawang merah langsung ke petani di daerah Malang Jawa Timur. Jenis bibit yang biasa digunakan oleh Petani Merapi Merbabu adalah Jenis Bali Karet. Kemudian mendata petani yang akan terlibat dalam praktek budidaya (Jumlah Petani, Luas lahan dan kebutuhan input pertanian yang dibutuhkan).
Sedangkan untuk mempermudah kordinasi dan komunikasi dari seluruh petani yang ikut dalam kemitraan maka dibentuk Tim ICS. Tim ICS terdiri dari 11 Orang (mewakili anggota kelompok atau petani dari tiap kelompok yang terlibat) dan setiap 1 bulan diadakan pertemuan 2 kali dengan Paguyuban dan BWI.
Kerjasama Budidaya bawang merah ramah lingkungan ini menjadi berbeda dengan budaya bawang merah yang biasa dilakukan oleh petani lainnya, karena semua pembelian input dilakukan secara bersama (termasuk pembelian bibit bawang merah), hal ini merupakan bagian dari manajemen kebun bersama yang dilakukan oleh kelompok tani anggota paguyuban. Selain itu selama proses budidaya tim ICS yang sudah dibentuk memantau perkembangan selama budidaya. Jika dilapangan ada kendala atau permasalahan yang ditemukan oleh petani nanti akan dibahas di pertemuan TIM ICS dan akan diselesaikan atau dicarikan solusinya secara bersama-sama. Selain itu, dalam program kemitraan ini hasil panen juga akan dipasarkan secara bersama-sama melalui kordinasi dari Paguyuban Petani Merapi Merbabu. Proses kemitraan ini mencoba untuk mengingatkan, meyakinkan dan belajar bersama jika budidaya bawang merah dilakukan secara bersama-sama pasti akan lebih menguntungkan. Terutama untuk pembelian input secara bersama-sama akan lebih efektif dan harga juga menjadi lebih murah. Selain itu manajemen kebun bersama juga memberikan model atau cara baru untuk para petani bawang merah dalam menyelesaikan masalah secara bersama-sama. Proses terakhir para petani yang terlibat dalam kemitraan diajak untuk memasarkan hasil panen secara bersama-sama.