Terbit pertama : 24 November 2017
SUKOHARJO - Setelah memperkenalkan diri, Sumarni segera bergegas kembali ke tempat duduknya disertai gelak tawa peserta pelatihan. Betapa tidak, dia seharusnya berbagi sedikit cerita kepada peserta pelatihan lainnya. Namun akhirnya hanya memperkenalkan diri, karena merasa grogi ketika harus berbicara di hadapan khalayak.
Peristiwa tersebut terjadi dalam pelatihan yang diadakan BWI bagi petani perempuan pada tanggal 23 November 2017. Pelatihan yang bertajuk “Penguatan dan Pengembangan Manajemen Organisasi Kelompok Wanita Tani dalam rangka Mendukung Lanskap Berkelanjutan Jawa Tengah” ini diikuti oleh perempuan tani perwakilan dari 11 kelompok wanita tani di Kabupaten Wonogiri, Klaten, dan Sukoharjo.
Sumarni adalah potret kurangnya kepercayaan diri petani perempuan Jawa Tengah. Tidak banyak petani perempuan yang berani untuk menyuarakan pendapatnya. Seringkali, mereka enggan berbicara apalagi berpendapat karena kerap disebut tidak mengerti apa-apa, bahwa tugas perempuan hanya mengurus rumah tangga. Stigma negatif yang dikenakan terhadap perempuan semakin menurunkan kepercayaan diri perempuan dan menurunkan kualitas perempuan mendatang.
BWI memandang penting keberadaan dan peran perempuan dalam pengelolaan lanskap berkelanjutan Jawa Tengah. Membiarkan petani perempuan tertinggal dari petani laki-laki berarti membiarkan upaya pengelolaan lanskap berkelanjutan Jawa Tengah berjalan lambat dan tidak menyeluruh. Baik di dunia, di Indonesia, atau sebagai tenaga kerja di pertanian Jawa Tengah, populasi perempuan sebanding dengan populasi laki-laki. Namun tidak banyak perempuan memperoleh kesempatan yang sama dengan laki-laki. Dalam pertanian misalnya, petani perempuan jarang dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan kelompok tani, padahal mereka juga ikut dalam aktivitas pertanian.
“Dari provinsi sebenarnya ada kebijakan supaya setidaknya 30% perempuan hadir dalam setiap pertemuan. Namun pada pelaksanaannya, jumlah petani perempuan yang hadir kurang dari 30% bahkan malah sama sekali tidak ada,” ujar Agung Tri, penyuluh dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Jawa Tengah yang juga menjadi salah satu narasumber pada pelatihan tersebut.
Sasaran pelatihan ini terutama untuk memperkuat pengelolaan kelompok wanita tani (KWT). KWT merupakan titik masuk yang baik untuk pemberdayaan petani perempuan. Pada kondisi dimana petani perempuan sangat tidak percaya diri untuk berdiskusi dengan petani laki-laki, maka KWT memegang peran penting sebagai tempat petani perempuan berbagi pengalaman, belajar bersama, dan membangun rasa percaya diri.
KWT yang berdaya menjadikan anggotanya juga berdaya. Dan melalui KWT yang berdaya, petani perempuan juga dapat mengembangkan ide dan potensinya dalam berbagai hal, termasuk dalam hal ekonomi, serta mengembangkan jaringan.