Gender
Petani Perempuan Wonogiri Manfaatkan Lahan Pekarangan untuk Kebun Sayur
Kamis 6 Desember 2018

Terbit pertama : 28 September 2017

 

Pembangunan bentang alam tidak hanya melulu berbicara tentang alam. Kualitas manusia, yang menjadi pelaku pengelolaan bentang alam, turut menjadi komponen penting dalam pembangunan lanskap berkelanjutan. Bagi Desa Saradan, Kabupaten Wonogiri yang sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pertanian, petani merupakan salah satu pelaku utama dalam pengelolaan bentang alam berkelanjutan desa ini. Oleh karena itu, kapasitas dan kualitas petani perlu ditingkatkan, baik melalui pelatihan-pelatihan pertanian, tetapi juga melalui upaya-upaya meningkatkan kualitas hidup keluarga petani.

 

Adapun peningkatan kualitas hidup dapat melalui berbagai cara, di antaranya dengan membuka atau mempermudah akses kepada makanan bergizi. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa kecukupan gizi mempengaruhi produktivitas petani. Tanpa gizi yang baik, petani rentan terhadap penyakit  sehingga mengurangi hari produktif mereka. 

 

Dengan tujuan tersebut, maka pada 21 Februari 2017, KWT Wijaya Kusuma yang berlokasi di Desa Saradan, Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri, membuat kebun sayur kelompok. Kebun seluas 100 m2 tersebut berlokasi di pekarangan rumah salah satu anggota kelompok. Pembuatan kebun sayur kelompok yang difasilitasi oleh Business Watch Indonesia ini melibatkan sekitar 10 orang anggota kelompok. Kegiatan ini kemudian diikuti oleh sekitar 20 keluarga yang turut serta membuat kebun sayur di pekarangan rumah masing-masing.

 

Pada kegiatan tersebut, para perempuan menanam cabai dan terong. Hasil dari kebun sayur kelompok tersebut rencananya akan dipetik bersama-sama dan dibagikan ke anggota sebagai tambahan bahan makanan keluarga. Untuk mendukung pertumbuhan tanaman, kebun sayur tersebut. menggunakan pupuk organik yang juga diproduksi oleh KWT Wijaya Kusuma. Selain itu, dengan mengurangi penggunaan agrokimia, sayuran yang dihasilkan juga lebih sehat.

 

Perempuan merupakan orang yang biasanya berperan penting dalam menentukan makanan yang disajikan untuk keluarga. Melalui pembuatan kebun sayur, petani perempuan di Desa Saradan diharapkan akan lebih mudah memperoleh dan menyajikan bahan-bahan makanan yang lebih bersih dan segar untuk menjaga kesehatan keluarga mereka.

 

Dengan memasak sayur dari kebun sayur sendiri, keluarga bisa mengalihkan pendapatan keluarga untuk membiayai kebutuhan lainnya, misalnya untuk membayar biaya sekolah dan membayar tunjangan kesehatan. Sebuah penelitian tahun 2011 oleh Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian menyebutkan empat dampak positif pemanfaatan pekarangan rumah untuk kebun sayur, yaitu:

i) Meningkatkan konsumsi energi dan konsumsi protein bagi rumah tangga petani secara nyata. Pada penelitian yang dilakukan, pemanfaatan pekarangan rumah untuk kebun sayur telah meningkatkan konsumsi pangan dan skor PPH sebesar 11,90 – 20,46 persen.

ii) Mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan. Pengurangan pengeluaran kelompok pangan terbesar secara berturut-turut adalah sayuran, umbi, hasil ternak, dan ikan.

iii) Meningkatkan pendapatan rumah tangga. Pada penelitian yang dilakukan, hasil pekarangan berkontribusi terhadap 6,81 persen pendapatan keluarga.

iv)  Merangsang tumbuhnya ekonomi produktif di pedesaan, seperti (a) usaha pembibitan; (b) teknologi penetasan telur ayam arab; (c) kios saprodi; (d) usaha pengolahan hasil pertanian; dan (e) usaha dagang hasil pertanian.

Pemanfaatan pekarangan rumah masih memiliki prospek untuk dikembangkan. Data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian tahun 2011 mengungkapkan bahwa luas lahan pekarangan di Indonesia sekitar 10,3 juta hektar atau 14 persen dari keseluruhan luas lahan pertanian. Namun umumnya, lahan pekarangan tersebut sebagian besar belum dimanfaatkan untuk areal pertanaman, termasuk untuk kebun sayur. 

Dimuat pada Sustainable Landscape Newsletter Edisi Juni 2017

Photo Credit: Business Watch Indonesia